Berkebun Organik # Persiapan

@kebunyoshi

Hampir dua bulan terakhir ini saya mempunyai hobby baru berkebun di sisa tanah samping rumah. Walau keturunan petani keahlian tanam menanam benar-benar gak paham, bibit yang kutanam selalu mati atau kalo gak mati tanaman gak tumbuh secara maksimal . Banyaknya waktu luang dan gak boleh kemana-mana karena pandemi maka mulailah mencari hobby baru yang bisa dikerjakan dirumah. Tanah sisa samping rumah berukurang kurang lebih 3 x 7 meter menjadi media belajar berkebun.

Konsep kebunnya adalah kebun organik tanpa menggunakan pupuk kimia sintetis dan ditanami aneka sayuran untuk kebutuhan dapur. Pada awal-awal ini memang agak PR karena tanah memang belum layak ditanami, selain kurangnya unsur hara tanah cenderung liat. Langkah awal membuat bedengan/raised beds dengan bahan-bahan sisa pembangunan rumah tempo hari. Raised beds pada lapisan dasar diisi dengan cacahan gedebog pisang dan aneka dedaunan pangkasan kebun ( saya juga mulai tidak membakar sampah, semua sampah organik akan diolah menjadi pupuk ) selanjutnya ditutup dengan tanah bercampur dengan sekam berlapis-lapis sampai bedengan penuh. Untuk mempercepat proses pengomposan secara berkala disiram dengan larutan EM4 dicampur dengan molase . Ada empat bedengan yang saya buat.

Karena keterbatasan lahan selain ditanam langsung ke tanah saya juga menyiapkan polybag-polibag yang ditempatkan di rak-rak untuk menghemat space. Media tanam yang dipakai saat ini kurang lebih sama dedaunan dan tanah yang dicampur dengan sekam mentah .

Kapan raised beds dan polybag bisa ditanami, idealnya setelah proses kompos benar-benar matang ditandai dengan hancurnya sampah organik menjadi seperti tanah dan suhu sudah dingin karena sudah tidak terjadi lagi proses pengomposan. Tetapi berhubung bibit yang kusemai sudah waktunya pindah tanam, tanpa menunggu kompos jadi saya sudah menanami 😀 , ada yang beberapa yang subur dan ada yang mati dengan daun menguning hehehe. Tetapi dengan seiring waktu berjalan proses pengomposan akan tetap berjalan, biarlah alam beserta mikroorganismenya yang melakukan tugas.

Banyak hal yang dipetik dari berkebun, diantaranya bersabar mengikuti proses . Menaruh bibit di bak semai menyirami lalu berkecambah,tumbuh daun dan seterusnya-dan seterusnya sesuatu yang perlu ketelatenan dan kesabaran artinya semua butuh proses untuk menjadikan sesuatu ada hasilnya . Berkebun titik fokusnya ternyata bukan pada tanaman tetapi pada tanah yang digunakan untuk menanam . Pada segenggam tanah yang subur banyak segala flora maupun fauna yang kasat mata maupun yang tidak bisa dilihat oleh mata, mereka mempunyai tugas dan fungsi masing yang nantinya akan diserap oleh tumbuhan. Pemberian pupuk atau pestisida sintetis sangat bisa menyuburkan tanaman secara instan tetapi efeknya tidak baik ke tanah karena akan membunuh mikroorganisme yang baik dan efek ke kesehatan tentunya juga tidak baik karena ada residu yang mengendap yang masuk ke dalam tanaman yang kita makan.

Berkebun di pekarangan rumah dengan menanam apa yang biasa kita konsumsi bisa menjadikan swasembada pangan tingkat keluara selain itu berkebun juga ikut andil menjaga kelestarian bumi jika dilakukan banyak orang, saya, anda, kamu iyaa kamu !

Mbak Pergi

Usai usiamu kasihku telah usai

Telah usai senang

Telah tuntas perang

Usai semesta rasa

Semesta duka lara

Usai sudah suka duka

Kacakan kacau wajahmu berkaca

Dimataku yang

Mataku berkaca-kaca

Kala telah lelah dan kau terlampau

Berkilauan luka

Kupangku kau kan kupangku

(Sujiwo Tedjo )

7 June 2020 Pukul 05.30 WIB

Dirumah tempat kami menghabiskan masa kecil mbak meninggal kami menuju penghidupan sejati dipangkuan Gusti. Dikamar tepi dapur tempat dulu berebut lauk masakan ibu mbak pergi dipangkuan bapak. Cukup, usai lirih ucapmu dan komunikasi terakhir denganku saat ia meminta pegang tangannya,’ Ger, pegang tanganku’. Dengan mata berkaca-kaca mbak menyapa penjemputnya. Tenang lirih seiring dengan hilangnya nafas di raganya.

Mbak berjuang kurang lebih 4 tahun melawan kanker usus. Medio 4 tahun sudah 3 kali menjalani operasi dan satu kali kemoterapi. Tahun 2018 sebenarnya sudah diyatakan bersih dari kanker . Bulan Februari 2020 ambruk lagi dan dilakukan operasi tapi Allah berkehendak lain setelah operasi kondisi fisiknya semakin menurun.

Banyak hal yang membuat saya kehilangan begitu mendalam, sampai saat ini ada sesuatu yang entah sukar dilukiskan dilubuk hati saya. Mulai kelas 3 SMA sampai tahun 2009 saya hidup merantau dengan mbak saya. Suka duka bertengkar tentu ada sebagai romantisme hubungan adik kakak. Bayang-bayang masa saat mbak masih hidup terus mengikuti membuat duka membuncah lagi.

Sugeng Tindak Mbak, saiki kowe terbebas dari kanker tanpa rasa sakit.

Perjalanan 2 #Petan

Peribahasa Jawa mengatakan “luwih gambang metani uwong daripada metani awakke dewe” kalau diartikan dalam Bahasa Indonesia kurang lebihnya adalah lebih mudah mencari kesalahan orang lain daripada kesalahan diri sendiri. Petan sendiri dalam bahasa Jawa mempunyai arti mencari kutu rambut, biasa dilakukan oleh orang lain bukan diri sendiri. Kalau mencari kutu rambut yang dilakukan diri sendiri orang Jawa menyebut didis.

Disini saya tidak mau metani orang lain atau nggosip tentang orang lain tetapi akan mulai metani diri sendiri,hal-hal yang sekiranya ruwet akan diambil-ambil satu persatu biar terurai. Banyak kutu-kutu masa lalu yang masih jadi biang gatal hingga sekarang haruslah diambil,dipithesi biar tidak beranak pinak. Dan seperti disebut diatas hal ini tidaklah mudah karena sifat ego kita kadang kutu bukanlah dianggap kutu atau sikap kita akan selalu mencari pembenaran kenapa kutu masih tetap kita pelihara.

Lebih gamblangnya lagi kutu itu adalah hal buruk didiri saya,banyak dan teramat banyak kalau dituliskan satu persatu. Kadang karena sudah bertahun ngendon didalam diri hal buruk itu berubah menjadi karakter atau watak. Untuk menutupi segala keburukan itu kita cari-cari alasan untuk membenarkan kesalahan. Lebih parahnya lagi segala kebusukan itu akan menghitamkan hati mengeruhkan pikir. Kurang lebihnya diri ini seperti itu.

Saya tidak mau kutu-kutu terus menggerotiku, perlu kesadaran,perlu tindakan untuk menghapus semuanya. Apakah bisa? Bukanlah manusia letaknya salah dan dosa? Harus bisa kalau terbesit kalimat itu berarti menyerah dan lagi-lagi mencari pembenaran atas segala kebusukan. Butuh niat dan mental yang kuat untuk mengubah yang buruk menjadi baik dan saya sadar itu tidak akan nyaman, benturan-benturan keras pasti akan menghadang.

‘Jangan pedulikan pandangan orang-orang kalau kamu terus memikirkan apa yang menjadi sudut pandang orang kamu tidak akan bergerak, selama yang berkata adalah benar-benar hatimu maka lakukanlah’ nasihat ini kudapat dari orang tua yang menemuiku dipinggir kampung saat aku sedang petan diujung malam yang sunyi.

Perjalanan 1 #Ilir-Ilir

Lir ilir lir ilir tandure wong sumilir, tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane, mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo

Tembang klasik lirih terdengar dari radio dipojokan kamar. Tembang jawa gubahan Kanjeng Sunan Kalijaga mendayu-dayu memenuhi ruang saat langit sore habis tersapu malam. Tembang ini pertama kukenal dari senandung Simbah saat menumbuk padi ditepi kandang,berpuluh-puluh tahun lalu saat aku masih kecil hidup dikampung halaman.

Tembang ini syarat akan makna tapi aku tidak akan mencoba menafsirkannya dengan kata biarlah rasa saja yang memaknainya. Karena kata-kata akan gampang terhapus dan kata-kata akan mudah teringkari. Aku tenggelam dalam lantunan Ilir-Ilir dipojok kamar saat sore habis tersapu malam.

Kembali ke tepi kandang saat simbah menumbuk padi, waktu aku masih kecil dikampung halaman, sedini itu aku sudah diingatkan untuk dondomana jrumatane kanggo seba mengko sore dan aku lalai padahal padang rembulan dan jembar kalangan sudah sekian lama diberi. Harus disadari rembulan tidak akan terus bersinar dan ruang waktu tidak akan selamanya luas dan aku tidak boleh melewatkan kesempatan itu lagi.

Mulai kukemas bekal perjalanan tidak banyak karena memang akupun tidak punya banyak. Di terminal-terminal kelak akan kucari bekal untuk menuju terminal pemberhentian selanjutnya,begitu seterusnya karena perjalan ini akan panjang.